RIAU, (Pakarnewsriau.com)- Bertugas jauh dari kampung halaman tak menyurutkan perhatian Kompol Hairul Hidayat,S.I.K,M.M,M,H untuk anak-anak di tanah kelahirannya. Dia begitu peduli terhadap pendidikan anak-anak di Desa Lempur Mudik, Kecamatan Gunung Raya, Kabupaten Kerinci, Jambi, terlebih pendidikan agama Islam.
Kompol Hairul mendirikan rumah tahfiz Al-Qur’an gratis bagi anak-anak di kampung halamannya. Dia merupakan Kapolsek Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau, atau ratusan kilometer dari tanah para leluhurnya.
Atas kepedulian terhadap anak-anak di sekitar tempat tinggalnya itu, Kompol Hairul diusulkan publik menjadi salah satu kandidat Hoegeng Awards 2023. Masyarakat mengusulkan Kompol Hairul melalui formulir digital https://dtk.id/hoegengawards2023.
Pengusul Kompol Hairul adalah Ahmad Zulkani dan A Mairi Kurniadi.awak media kemudian menghubungi keduanya untuk mendalami kisah Kompol Hairul dalam membangun rumah tahfiz di kampung halamannya.
Zulkani menganggap Kompol Hairul sebagai ‘bapak asuh’ bagi anak yatim dan anak dari keluarga kurang mampu karena telah menyediakan tempat belajar tahfiz Al-Qur’an gratis di kampung asalnya. Kompol Hairul juga disebut membayar guru ngaji anak-anak yang belajar di rumah tahfiz tersebut.
“Ini saya lihat di tengah polisi disorot orang, dia mau berkorban bukan di tempat tugas dia, tapi di kampungnya. Dia cuma sesekali datang, kontrol di sana itu di Kerinci, Jambi. Sementara dia tugasnya di Bengkalis, berapa ratus kilo itu,” kata Zulkani kepada detikcom, Kamis (16/2/2023).
Sementara itu, Mairi mengatakan bangunan yang dipakai untuk rumah tahfiz itu awalnya rumah bekas kakek-nenek dari Kompol Hairul.Mairi merupakan seorang yang didatangkan sebagai guru ngaji di rumah tahfiz itu.
Mairi mengatakan di rumah tahfiz itu ada tiga tingkatan. Pertama tingkatan Iqra, yakni anak yang baru mulai belajar membaca Al-Qur’an. Lalu tingkatan kedua, untuk anak yang sudah lulus Iqra dan belajar mengaji Al-Qur’an. Kemudian tingkatan hafiz Al-Qur’an atau penghafal Al-Qur’an.
“Usia yang hafiz Qur’an ini kira-kira usia 11 tahun, masih kelas VI SD. Yang kelas IV SD, kelas II SD, kelas V itu Al-Qur’an, belajar baca Qur’an. Kalau untuk TK, kelas I SD itu Iqra,” ucap dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci itu.
Dia mengatakan ada sekitar 70 anak-anak yang secara rutin mengaji di rumah tahfiz Al-Qur’an mulai Senin sampai Sabtu pada sore hari. Menurutnya, Kompol Hairul yang membiayai seluruh operasional kegiatan rumah tahfiz Al-Qur’an itu.
“Dari biaya gaji-gaji guru di sini yang ngajar ngaji juga dari Pak Hairul langsung dan anak anak yang ngaji di sini dari mulai Iqra, Al-Qur’an dan tahfiz tidak dipungut biaya. Fasilitas-fasilitas yang ada di sini mulai dari Al-Qur’an, Iqra, tempat-tempat mengaji semuanya, termasuk fasilitas untuk guru ngajinya, gaji guru ngaji memang dari Pak Hairul langsung,” jelasnya.
Mairi salut dengan sifat dan sikap Kompol Hairul. Sebab, kata dia, meskipun bertugas di Bengkalis, Kompol Hairul sangat perhatian terhadap anak-anak di kampung halamannya dengan menyediakan tempat belajar tahfiz Al-Qur’an secara gratis.
“Biasanya di tempat-tempat ngaji yang lain setahu saya dipungut biaya setiap bulan, mungkin ada Rp 10 ribu, Rp 15 ribu, Rp 20 ribu. Tapi di sini, mungkin Pak Hairul sengaja bikin supaya anak mau ngaji ndak pakai biaya lain. Dia merasa bertanggung jawab terhadap anak-anak di kampung ini, terutama untuk Al-Qur’an atau pendidikan agama,” ucapnya.
Menurut Mairi, Kompol Hairul memfasilitasi anak-anak di kampung halamannya untuk belajar tahfiz Al-Qur’an demi mencegah kenakalan remaja sedini mungkin. Oleh karena itu, anak-anak di Desa Lempur Mudik didekatkan dengan guru-guru ngaji atau kiai dan agama.
“Saya lihat mungkin Pak Hairul ini sejenis dalam Islam itu amal jariah, pahala yang mengalir untuk orang tuanya, untuk keluarganya semua. Kalau saya lihat itu dia untuk mungkin menjadi doa untuk beliau sendiri itu supaya sukses dalam melaksanakan tugas,” katanya.
Tak hanya itu, Kompol Hairul disebut Mairi juga membantu membiayai biaya pendidikan anak-anak yatim atau piatu dan yatim-piatu di rumah tahfiz tersebut. Setiap bulan, ada lebih dari 20 orang anak yang dibantu Kompol Hairul.
“Betul itu, saya sendiri saksinya. Saya nengok dari amplopnya mungkin udah ditransfer ke rekening keluarganya mungkin di sini. Dan pamannya yang ada di sini yang menjadi tukang membagikan ada beberapa orang yang diberikan semacam santunan mungkin, itu rutin setiap bulan,” ujarnya.
ucapnya.
Kompol Hairul menyebutkan awal mula dirinya berkeinginan membuka rumah tahfiz di kampung halamannya karena terinspirasi dari aktivitas di tempat dirinya bertugas di Kabupaten Bengkalis. Bahwa setiap desa di Bengkalis ada rumah tahfiz dan setiap sore anak-anaknya berbaju koko berangkat mengaji. Hal tersebut tidak terjadi di kampung halamannya.
“Ini kok bagus kampung ini di Bengkalis itu, anak-anak itu di sore hari berpakaian muslim semua diantar orang tuanya pergi mengaji. Cobalah kalau saya ada rezeki, itu niat awal, ada rezeki nanti saya akan bangun kayak gini di kampung saya,” ujarnya.
Singkat cerita, ayah Kompol Hairul meninggal dunia di Pekanbaru. Dia pun pulang ke kampung halaman mengantar pemakaman ayahnya.
“Memang sebelum meninggal kami sering ngomong. ‘Kamu nanti bikin rumah ya, papah udah siapin tanah untuk kamu di kampung. Bisa kamu ngumpulin adekmu, bisa kamu ngumpulin keluarga di sini, ini luas kok tanahnya, cukuplah’,” katanya menirukan percakapan dengan almarhum sang ayah.
Ketika pulang ke kampung halaman, Kompol Hairul langsung terbayang akan pesan sang ayah dan cita-cita membuka rumah tahfiz di kampung halaman. Melihat rumah bekas neneknya kosong, ia pun memantapkan niat tidak dulu membangun rumah dan memilih buka rumah tahfiz, 2 tahun lalu.
“Jadi saya renovasi lah rumah itu pelan-pelan, setelah renovasi selesai carilah ustaznya, dapet saya lengkapi lah semua fasilitasnya untuk kebutuhan ustaz. Saya tanya ustaz, apa yang perlu dipersiapkan? ‘oh beli Iqro, beli Al-Qur’an sekian-sekian saya belikan, berproses sih, nggak macam langsung jadi,” ujarnya.
Kompol Hairul tak mengungkap habis berapa duit untuk merenovasi dan melengkapi fasilitas-fasilitas rumah tahfiz itu hingga beroperasi. Namun kini setiap bulan Kompol Hairul habis sekitar Rp 14 juta untuk menggaji guru ngaji hingga memberi santunan kepada sekitar 24 anak yatim ‘anak asuhnya’.
Dia tak menampik jika uang gaji dirinya sebagai polisi tidak mencukupi untuk seluruh biaya operasional rumah tahfiz itu. Namun, Kompol Hairul merasa beruntung bahwa dahulu orang tuanya mewariskan usaha-usaha seperti travel mobil hingga perkebunan yang masih beroperasi hingga kini.
“Kebetulan dulu orang tua bilang, ini dibeliin mobil nih usaha angkutan travel, dari sana saya bisa hidup. Mobil angkutan itu sewa. Saya lanjutin, saya kembangin nih dari mobil travel, dari kebun juga,” ucapnya.
“Kalau kampung saya nih kan orang berkebun, nanam kopi kan, sepupu saya kan nanam kopi, nanti kalau kopinya sudah besar, kopinya ditumbangin, kayu manis udah besar. Saya dari dulu ikut, jadi kampung saya sekarang banyak yang bertani jeruk, saya ikut nanam itu. Tentu tanahnya tanah orang tua, karena orang tua bilang ‘oh ini ada lahan, silakan yang punya modal dikelola’ itu saya kelola,” imbuhnya.(fas/hri/fn)